Culture

Masa Depan Kemiri Sunan


Pasca booming kemiri sunan mereda baru-baru ini, stakeholder bioenergi khususnya penyedia kemiri sunan kembali mengalami masa-masa pesimis. Banyaknya pemain yang mencoba peruntungan dengan mengais rente dari penyediaan bibit dan penanaman tanaman ini menyebabkan harga sempat melonjak tak terkendali, akibat kelangkaan stok di sisi hulu. Padahal saat ini industri kemiri sunan masih dalam tahap uji coba, penataan di sisi hulu dan hilir. Dengan pangsa yang sedemikian terbatas, wajarlah ketika kemudian "orang-orang baru" yang ikut bermain kesulitan dalam mendapatkan peminat. Stok bibit pun banyak tak tersalurkan.

Keadaan itu lantas memicu penurunan harga sampai pada tingkat yang tidak masuk akal. Sama persis seperti harga minyak dunia yang menukik tajam. Meski kemudian keadaan berangsur normal.

Sebagai salah satu jenis bahan baku biofuel, kemiri sunan digadang mampu menjadi komplementer minyak kelapa sawit. Kelebihannya, kemiri sunan bukan tanaman pangan sehingga sama sekali tidak akan berbenturan dengan isu ketahanan pangan (food security). Saat ini sudah ada empat varietas unggul kemiri sunan, yaitu KS-1, KS-2, Kermindo-1, dan Kermindo-2. Dari keempatnya, yang kualitasnya paling baik untuk dijadikan biofuel adalah KS-2 dan Kermindo-1.

Meski demikian, ketidakstabilan kadar asam lemak bebas (free fatty acid, FFA) pada minyak murninya (pure KS oil) menjadi pekerjaan rumah tersendiri dalam pengembangan kemiri sunan sebagai bahan baku biofuel. Sebab hal ini akan meningkatkan biaya produksi.

Tantangan lain adalah bagaimana menjadikan kemiri sunan sebagai tanaman rakyat, namun tidak diposisikan sebagai tanaman utama dalam perkebunan. Kemudian juga soal standar kualitas dan harga patokan. Tujuannya tentu agar produsen biofuel dapat menyerap feedstock dengan kualitas baik, serta pemberian jaminan harga yang masuk akal di tingkat petani/pekebun dan pengepul.

Pengembangan kemiri sunan untuk mendukung ketahanan energi di masa depan setidaknya harus sebisa mungkin tidak menjadi ancaman bagi ketahanan pangan. Kriterianya antara lain:
1. Tidak mengganggu penggunaan lahan tanaman pangan maupun lahan produktif lainnya.
2. Tidak menghabiskan sumber daya (waktu, tenaga manusia, peralatan, dsb) yang seharusnya digunakan untuk tanaman pangan.

Belajar dari kegagalan jarak pagar (jathropa) ketika memasuki tahap komersialisasi, kriteria di atas harus terpenuhi untuk meminimalisasi risiko. Kerugian paling besar, saat jarak pagar gagal masuk fase komersial, harus ditanggung petani karena telah menggunakan lahan dan sumber daya produktif mereka untuk menanam tanaman itu saja.

Ke depan, peluang untuk mengambil benefit dari kemiri sunan yaitu dengan menjadikannya sebagai tanaman "penyehat" lahan dan tanaman sampingan dalam perkebunan. Kemampuannya untuk hidup di lahan kritis sekaligus mengembalikan unsur hara tanah, merupakan alasan kuat menempatkan kemiri sunan sebagai tanaman yang baik untuk reklamasi dan reforestasi lahan bekas tambang, dikombinasikan dengan tanaman keras lain. Selain itu, kemiri sunan juga dapat difungsikan sebagai tanaman pelindung bagi tanaman perkebunan bernilai tinggi seperti misalnya kopi dan kakao.

Dengan demikian petani/pekebun kemiri sunan bisa mendapat manfaat ganda. Dari tanaman utamanya, dan dari kemiri sunan sebagai tanaman sekunder.

Tidak ada komentar

Leave a Reply