Culture

Antara Kebaya dan Gagasan

Apa inti perjuangan Raden Ajeng (R.A) Kartini?. Gagasan, bukan kebaya. Sebuah gagasan persamaan hak pria dan wanita. Gagasan yang dituangkan dalam bentuk surat. Gagasan yang kemudian dipublikasikan oleh aktivis orientalis Belanda. Gagasan yang kemudian membawa Kartini pada kedudukan sebagai pahlawan emansipasi.
R.A. Kartini. [Sumber gambar: liputan6.com]

Terlepas dari kontroversi yang belakangan terjadi, mengenai siapa Kartini, posisinya dalam konstelasi politik Hindia-Belanda, bobot perjuangannya, hingga layak tidaknya ia sebagai pahlawan nasional, saya lebih ingin mengkritisi dari sisi bagaimana orang-orang masa kini memperingati Hari Kartini setiap 21 April. Ringan saja. Karena yang "berat-berat" itu juga sudah banyak yang menulisnya, bisa dengan mudah dicari lewat Google. Salah satu contohnya adalah tulisan ini.
Salah satu artikel "berat". [Sumber gambar: pulsk.com/525218]
Sekarang kita kembali ke topik kerupuk yang ringan. R.A Kartini berjuang dengan menuliskan kegelisahannya atas persoalan yang ia lihat, alami, dan rasakan dalam struktur sosial masyarakat Jawa di masa itu. Lalu tercetus ide, gagasan, sekaligus cita-citanya agar wanita tidak lagi menjadi "warga negara kelas dua" pada kasta sosial Jawa, utamanya dalam hal pendidikan. Di berbagai referensi kita bisa baca, memang cuma itulah perjuangan Kartini. Menyampaikan, menuliskan GAGASAN.

Sedang kebaya, cuma atribut pakaian yang lazim di zaman itu. Kebaya juga sama sekali tidak mewakili perjuangan Kartini. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Kartini, misalnya, menyuruh atau mengajak Nonya Abendanon untuk memakai kebaya. Misi Kartini adalah misi intelektual, bukan misi budaya. Aksinya adalah menyampaikan pemikiran, bukan mengampanyekan kebaya.

Lantas, pertanyaannya, kenapa simbolisasi peringatan Hari Kartini selalu hanya dikaitkan dengan kebaya?. Karyawan kantor wanita, dianjurkan pakai kebaya. Polisi wanita, mengatur lalu lintas dengan setelan kebaya. Ada lomba peragaan busana kebaya. Ada lomba desain kebaya. Dan berbagai hal lainnya yang berhubungan dengan kebaya. Apakah kebaya mencerminkan perjuangan R.A. Kartini? Tidak. Sekali lagi, kebaya cuma atribut sosial di zaman itu. Semua orang wanita memakai kebaya, apalagi ibu-ibu dan gadis-gadis ningrat. Mungkin kalau di zaman itu sudah ada kebaya merk Hermes, akan jadi buruan koleksi wanita-wanita priyayi.
Perjuangan Kartini: menyampaikan GAGASAN.
[Sumber gambar: ekaariefsetyawan.blogspot.com]
Sementara penyampaian gagasan, yang menjadi inti perjuangan Kartini sesungguhnya, justru luput direfleksikan dalam setiap peringatan Hari Kartini. Setiap tanggal 21 April. Setiap tahun. Kemauan untuk berfikir, keinginan untuk memberi solusi, dan keberanian mengemukakan ide, adalah cerminan perjuangan Kartini. Bayangkan, wanita masa kini yang kebanyakan sudah mengecap bangku pendidikan, bisa memakai kebaya dengan sukses tapi gagal merefleksikan perjuangan Kartini yang sebenarnya.

Mungkin suatu hari nanti, peringatan Hari Kartini akan diisi dengan hal yang berbeda. Kebaya tidak lagi menjadi materi sentral. Di hari itu para wanita berlomba-lomba menuliskan buah pemikirannya. Mereka menuangkan keresahan, kegelisahan, hingga mungkin kemarahan atas berbagai persoalan yang dilihat, dialami, dan dirasakan. Tidak hanya urusan dirinya sendiri, tapi juga perkara yang menyangkut masyarakat luas. Di akhir tulisan, mereka mengemukakan gagasan tentang bagaimana seharusnya masalah itu diselesaikan. Lalu bait-bait gagasan itu disampaikan kepada penguasa, pejabat, wakil rakyat, publikasi massa atau sekedar dibagikan di media sosial. Saat itulah, level intelektual wanita masa kini layak disejajarkan dengan RA Kartini, atau bahkan lebih. Semoga ini bukan cuma imajinasi saya saja. Semoga...

Tidak ada komentar

Leave a Reply