Culture

Saya RADIKAL.. Anda?

Makna RADIKAL menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
Radikal 1 /ra·di·kal / a 1 secara mendasar (sampai kpd hal yg prinsip): perubahan yg --; 2 Pol, amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); 3 maju dlm berpikir atau bertindak;

Radikalisme /ra·di·kal·is·me/ n 1 paham atau aliran yg radikal dl politik; 2 paham atau aliran yg menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dng cara kekerasan atau drastis; 3 sikap ekstrem dl aliran politik.

Foto: ActiveStills.Org
Menurut definisi di atas, tidak bisa dipungkiri kalau radikal dan radikalisme lekat dalam keseharian kita.

Jika kita memaknai radikal sebagai perubahan mendasar, tentu kita mau menjadi radikal. Dalam perspektif individual, setiap manusia secara naluriah pasti ingin berubah menjadi lebih baik. Dan perubahan itu tentu harus dimulai dari hal yang paling mendasar, yaitu pola pikir kita. Perbaikan pola pikir atau mindset kita akan menuntun diri kita untuk berubah ke arah yang lebih baik, secara permanen dan konsisten, bukan untuk sesaat dan sementara.

Kalau kita memaknai radikal sebagai tuntutan keras secara politik untuk perubahan pemerintahan dan undang-undang, saya kira hal ini juga lazim-lazim saja. Sejak  era reformasi dua windu yang lalu, sebagian rakyat Indonesia masih belum bisa menikmati janji-janji kesejahteraan yang dulu katanya dapat segera terwujud seiring dengan lengsernya rezim yang kala itu dicap lekat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bahkan melalui wakil-wakil rakyat yang terpilih secara demokratis justru lahir berbagai undang-undang yang menyengsarakan rakyat, mulai dari tata kelola sumber daya alam yang lebih mengutamakan kepentingan kapitalis hingga perpajakan yang mengeksploitasi penduduk kelas menengah ke bawah. Maka tidak mengherankan jika ada sebagian dari kalangan cendekia yang mengajukan konsep alternatif untuk dijalankan secara sistemik. Bukan sekedar mengganti orang, tapi juga mengganti sistem.

Bila radikal diartikan sebagai kemajuan dalam berfikir dan bertindak, saya percaya semua orang ingin menjadi radikal. Karena hal ini tidak hanya berpengaruh terhadap individu, tapi juga suatu bangsa. Lebih jauh, kemajuan dalam berfikir dapat mendorong manusia untuk membuat loncatan peradaban ke tingkat yang lebih tinggi.

Ditimbang dari kacamata intelektual, tidak ada yang salah dengan menjadi radikal. Itu adalah istilah yang netral, bahkan cenderung bermakna positif dan menggambarkan prinsip yang terpatri dengan sangat kuat. Begitu pula halnya dengan radikalisme. Menurut definisi di atas, istilah tersebut juga cenderung netral karena merepresentasikan terminologi radikal yang dikemas dalam sebuah isme. Kecuali bagian yang menunjuk pada sebuah paham atau aliran yang menginginkan perubahan dengan cara kekerasan. Namun sejatinya terma itu lekat pada korps Detasemen Khusus (Densus) 88 Kepolisian RI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Dunia menyaksikan. Kedua institusi, khususnya Densus 88 kerap melakukan praktik kekerasan dalam misinya, kontra-terorisme. Meski orang-orang yang dicap sebagai "teroris" itu sendiri belum terbukti sudah melakukan atau -minimal- akan melakukan kekerasan. Semua makna negatif yang terlingkup dalam istilah radikal dan radikalisme, diamalkan oleh korps kontra-teroris itu.

Sementara orang-orang yang dianggap teroris, radikal, dan dibunuhi bak binatang justru berlaku sebaliknya. Rajin beribadah, giat memelihara amalan-amalan nafilah. Minimal sekali, mereka yang dituduh radikal itu tidak bergaul dengan masyarakat. Dilihat dari sisi lain, orang yang tidak bergaul itu juga tidak mengganggu tetangganya. Tidak suka cari perkara, tidak suka berisik dangdutan hinga tengah malam, dan tentunya tidak mabuk-mabukan yang membuat resah warga.

Harus diakui secara jujur, perang terhadap terorisme (war on terrorism, WOT) yang dikomandoi Amerika Serikat (AS) sejak 2001 silam selalu menyasar elemen-elemen umat Islam. Meski di berbagai kesempatan, perwakilan pelaku WOT, baik sang "komandan" maupun "punggawa" selalu menampik. Fakta berbicara, kelompok-kelompok yang dilabeli sebagai faksi teroris adalah elemen umat Islam yang dengan tegas menentang kezaliman kapitalisme. Kalangan Islamis yang berani bersuara lantang menyatakan penolakan terhadap kapitalisme sekuler, ideologi impor yang berasal dari barat, dianggap radikal. Pun pemahaman yang menantang vis a vis ideologi barat tersebut dilabeli sebagai radikalisme.

Jika berdiri demi keadilan dituduh radikal, jika menginginkan kebaikan bagi negeri ini dilabeli radikal, jika menolak kezaliman dan kesewenang-wenangan dibilang radikal, ya sudah. Saya pilih menjadi radikal.

Jika menulis pendapat seperti inipun saya dianggap radikal, ya sudah. Kalau begitu saya radikal.. Anda?

Tidak ada komentar

Leave a Reply