Culture

Utak-atik Tarif Listrik yang Sungguh WTF


Golongan pelanggan listrik rumah tangga akan disederhanakan menjadi dua, yaitu pelanggan dengan daya tersambung 4.400 VA dan 13.200 VA. Demikian pernyataan Menteri ESDM Ignasius Jonan baru-baru ini.

Hal ini tentu saja mengundang kebingungan di tengah masyarakat, utamanya pelanggan listrik rumah tangga yang golongannya akan dihilangkan. Dan kekhawatiran terbesarnya adalah tentang tarif. Tak lama berselang Kementerian ESDM menanggapi dengan menyatakan tak akan menaikkan tarif listrik berkenaan dengan penyederhanaan ini.

Tapi benarkah langkah pemerintah ini hanya sebatas penyederhanaan kelas pelanggan dan bukan penyetaraan tarif listrik? Diskursus di kalangan praktisi dan pengambil kebijakan itu sendiri sebetulnya cenderung bermuara pada penyetaraan tarif listrik. Satu harga untuk kelas pelanggan rumah tangga non-subsidi. Hanya saja dengan cara yang tidak secara langsung "menyakiti" rakyat.

Secara logika, memang cukup aneh jika pelanggan dengan golongan sama ternyata membayar ongkos listrik yang berbeda. Dugaan saya hal ini cuma untuk menjaga citra pemerintah yang, usai pembahasan APBN 2018 beberapa waktu lalu, terlanjur menyatakan tak akan menaikkan harga listrik. Begitu juga saat gonjang-ganjing kondisi keuangan finansial PLN yang ditengarai profit bisnisnya merosot tajam hingga ke level Rp 2 triliun saja. Tarif listrik tak akan naik, kata pemerintah.

Meski demikian, penyamaan harga listrik untuk kelas pelanggan rumah tangga tak mungkin terelakkan. Liberalisasi jalan terus. "Masyarakat tidak boleh manja", masih ingat Menteri Keuangan Sri Mulyani bilang begitu?. Entah sekarang, atau tahun depan, harga pasti sama rata. Tinggalah para politisi pendukung pemerintah berhitung kapan waktu yang tepat untuk mengeksekusi.

Siapakah yang sangat terdampak dengan pergeseran harga listrik? Mereka adalah pelanggan kelas R1 - 900 VA yang diklasifikasikan sebagai RTM (Rumah Tangga Mampu). Jika penyederhanaan golongan sambungan diikuti dengan penyamaan tarif, pelanggan R1 - 1.300 VA, 2.200 VA, dan 3.500 VA masih bisa bernafas panjang. Sejak rilis Permen ESDM 31/2014 tentang tarif tenaga listrik, pelanggan dengan golongan itu sudah lebih dulu di-"geser" tarifnya sesuai dengan nilai keekonomian.
Linimasa penyesuaian tarif listrik golongan R1 - 900 VA.
Sedang untuk R1 - 900 VA baru awal tahun 2017 ini mengalami penyesuaian harga, dan sampai saat ini (belum setahun) sudah tiga kali harga berganti dengan tingkat kenaikan kumulatif lebih dari seratus persen. Jika setelah penyederhanaan golongan pelanggan ini, harga kembali disesuaikan, lengkaplah sudah penderitaan.

Bukannya apa-apa, golongan inilah yang sebetulnya paling rentan terhadap perubahan harga listrik. Mengaku miskin tidak bisa, tapi dari segi keuangan juga morat-marit. Jika misalkan semula pengeluaran listrik mereka rerata Rp 100.000,- per bulan, dengan kebijakan penyesuaian eksisting saja mereka sudah harus mengeluarkan lebih dari dua kali lipatnya.
Simulasi kenaikan pengeluaran listrik rumah tangga.
Jadi saya menilai langkah pemerintah kali ini sudah WTF (Way Too Far). Lebay. Tidak peka. Ada lebih dari 14 juta rumah tangga pelanggan listrik dengan kategori R1 - 900 VA non-subsidi. Jika anggota rumah tangga diasumsikan ada empat orang, berarti ada 50 juta jiwa lebih yang akan terdampak dari kebijakan ini.

Memang, Pemerintah jaman now dituntut untuk kerja cepat, efektif dan efisien. Tapi juga jangan gegabah dalam memutuskan sebuah kebijakan. Apalagi yang dampaknya langsung mengena ke masyarakat luas. Intinya, timbang-timbang dahulu rencana itu dan jangan bertindak WTF.

---
Update:
Selasa (14/11), skema penyederhanaan golongan diubah menjadi:
>  900 VA (RTM) dinaikkan ke 1.300 VA
> 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500 VA dinaikkan ke 5.500 VA

Tidak ada komentar

Leave a Reply