Culture

Over-supply Listrik Jawa–Bali (?)


Belakangan ini BUMN penyedia listrik negara (PLN) tampak gencar berkampanye untuk mendorong masyarakat meningkatkan konsumsi listrik. Promosi yang ditawarkan ke masyarakat antara lain kemudahan untuk pemasangan sambungan listrik baru (PSB), penambahan daya pelanggan, dan berbagai ajakan lainnya. Intinya, masyarakat harus pakai listrik lebih banyak. Padahal dulu konsumen dianjurkan untuk berhemat dan efisien. Kenapa? Mari kita bahas dalam konteks sistem Jawa – Bali.

Sistem tenaga listrik Jawa – Madura – Bali (Jamali) merupakan sistem pasokan daya listrik terbesar di Indonesia. Sistem ini memiliki total kapasitas pembangkit terpasang di tahun 2016 sebesar 33,23 GW dengan profil beban puncak 25,05 GW, serta marjin cadangan (reserve margin) eksisting sebesar 8,18 GW atau sekira 32,6% dari total daya mampu netto.

Permintaan listrik tahunan eksisting pada sistem interkoneksi Jamali mencapai 177 TWh. Dengan asumsi pertumbuhan rata-rata 6,1% per tahun, diperkirakan pada tahun 2027 permintaan energi listrik pada sistem ini akan mencapai angka 301 TWh. Pertumbuhan permintaan ini di-drive oleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan rata-rata sebesar 5,8% per tahun.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, 29.046 MW pembangkit tambahan diperkirakan akan masuk ke dalam sistem interkoneksi Jamali hingga tahun 2027. Perkiraan kapasitas tambahan ini lebih kecil sekitar 10 GW dibandingkan perkiraan kebutuhan penambahan pembangkit pada tahun sebelumnya.  Dari 29 GW yang direncanakan, 69,9% diantaranya merupakan pembangkit berbasis batubara, 22,9% berbasis gas, dan 7,2% lainnya merupakan pembangkit listrik tenaga air.

Berdasarkan pada rencana pembangunan dan kondisi eksisting di atas, diperkirakan pada tahun 2027 sistem interkoneksi Jamali akan ditopang oleh pembangkit-pembangkit dengan total kapasitas terpasang sekira 64,3 GW. Dimana 40,8 GW atau 63,4% diantaranya merupakan PLTU batubara.

Pertumbuhan Di Bawah Perkiraan

Pertumbuhan ekonomi merupakan penggerak utama pertumbuhan konsumsi energi listrik. Pada perencanaan penyediaan tenaga listrik, perkiraan kebutuhan inilah yang menjadi dasar penentuan kapasitas pembangkit listrik yang harus dibangun.

Lima tahun silam, peningkatan konsumsi melampaui penambahan kapasitas pembangkit yang masuk ke sistem interkoneksi Jamali. Ada berbagai faktor penyebabnya. Di antaranya adalah mundurnya jadwal penyelesaian dan commissioning pembangkit-pembangkit listrik dalam Fast Track Program (FTP) Tahap I dan II. Namun 3 tahun berselang, kondisi justru berbalik. Bertambahnya jumlah dan kapasitas pembangkit yang masuk ke grid melebihi pertumbuhan konsumsi. Kondisi ini menciptakan marjin cadangan sebesar 32,6%.

Dalam sudut pandang perencanaan supply – demand tenaga listrik ada tiga pendekatan untuk menentukan marjin cadangan. Pertama, marjin cadangan ditentukan setara dengan kapasitas pembangkit terbesar dalam sistem interkoneksi. Kedua, marjin cadangan dihitung berdasarkan LOLP (Loss of Load Probability). Pendekatan ketiga, margin cadangan ditentukan sebesar 30% dari daya mampu netto pada sistem interkoneksi. Jadi rentang sebesar 8,18 GW dari beban puncak sistem Jamali memang sudah melampaui ambang batas maksimum perencanaan. Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi nasional berperan dalam kondisi ini.

Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2013 tercatat sebesar 5,56%. Di tahun 2014 laju pertumbuhan ekonomi melambat ke angka 5,02%. Menginjak tahun pertama pemerintahan Jokowi, yakni tahun 2015, tingkat pertumbuhan kembali anjlok hingga tercatat hanya sebesar 4,79%. Selanjutnya, meski masih terbilang kecil, pertumbuhan ekonomi Indonesia terangkat ke kisaran 5,03% di tahun 2016, dan sebesar 5,07% pada tahun 2017.

Di sisi lain, target pertumbuhan yang diasumsikan dalam dokumen Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tergolong optimis. Sebagaimana telah disinggung di atas, asumsi pertumbuhan rata-rata ekonomi nasional yaitu 5,8% per tahun. Asumsi pertumbuhan rata-rata kebutuhan listrik Jamali adalah 6,1% per tahun. Angka-angka ini jauh berada di atas realisasinya. Jika tidak ada monitoring dan koreksi tahunan terhadap asumsi penggerak ini, maka jurang antara permintaan dan pasokan listrik di sistem Jamali akan semakin lebar.

Unit Commitment akan menjadi imbas persoalan ini. Unit Commitment adalah rentang optimal pasokan tenaga listrik dari pembangkit ke jaringan. Konstrainnya dua: biaya dan pendapatan. Biasanya pembangkit memiliki batas minimum produksi listrik. Jika produksinya di bawah batas itu maka listrik yang diproduksi tidak lagi ekonomis, bagi produsen. Bila selisih antara beban puncak dan daya mampu sistem tenaga listrik semakin besar, maka mau tidak mau pasokan harus dikurangi. Jika ternyata kebutuhan dari satu pembangkit di bawah komitmennya, maka lebih baik pembangkit diistirahatkan daripada berproduksi tapi merugi dari sisi biaya operasi. Hal ini akan menjadi masalah bagi produsen listrik dan penyedia jaringannya. Sebab semua entitas penyedia listrik, baik BUMN maupun swasta, merupakan entitas bisnis. Tujuannya mendatangkan keuntungan dari aktivitasnya.

Di samping malperforma pemerintah dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi, faktor lain seperti harga energi dan disrupsi sektor pasokan listrik juga bisa berpengaruh pada tidak tercapainya target konsumsi. Akibatnya pasokan eksisting berlebih. Rencana penambahan unit pembangkit listrik, khususnya milik swasta (IPP), juga terancam karena demand-nya tidak tumbuh seperti yang diharapkan.

Walhasil, opsi mendorong konsumsi listrik menjadi hal yang paling logis bagi Pemerintah dan PLN sebagai jalan keluar bagi soalan ini. Materi kampanye yang akan dikedepankan tak akan jauh seputar indeks konsumsi energi masyarakat yang masih rendah. Kebijakan lain seperti regulasi terkait mobil listrik juga tampaknya akan diakselerasi. Tujuannya ya itu tadi, meningkatkan konsumsi listrik. Jawa - Bali menjadi fokus karena lebih dari separuh kebutuhan listrik nasional ada di sini. Jadi begitulah. Kalau dulu masyarakat disuruh berhemat, sekarang justru dianjurkan jor-joran pakai listrik. Meski harga listrik kian tak pasti.

1 comments

  1. Gak cuma ente aja yang pengin begitu Bro, ane juga....

    BalasHapus